Selasa, 01 April 2014

Si Pelayan Publik

Tau nggak sih, dulu itu saya ingin sekali bisa bekerja sambil membantu banyak orang. Bahkan sempat terpikir untuk menjadi pelayan publik, entahlah dalam bentuk apa kerjaan itu ketika itu belum terbayang dibenak saya. Sepertinya menyenangkan, karena selain dapat membantu atau meringankan beban kesulitan orang-orang jika ikhlas menjalankan maka akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Ya, karena memang cita-cita saya adalah menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya, dan juga hewan, tumbuhan serta lingkungan yang ada disekitar saya. Khoirunnas anfa'uhum linnas, adalah motto hidup yang saya pegang erat-erat.

Bahkan sekarang ini Alhamdulillahnya saya juga diberikan kesempatan oleh Allah untuk bekerja sekaligus membantu banyak orang. Menyenangkan! Namun, untuk berbuat kebaikan pasti selalu saja ada halangan dan rintangan bahkan godaan syaithon yang membuat kita malas membantu, uring-uringan, tidak ikhlas mengerjakannya, bahkan kemudian merasa trauma dan tidak ingin lagi untuk menjadi 'pelayan publik' tersebut.


Seperti sekarang ini yang saya alami, *curhat. Awalnya saya merasa sangat senang karena dapat membantu banyak orang yang artinya saya bisa dibilang bermanfaat bagi orang lainnya. Tetapi seiring berjalannya waktu, namanya juga pelayan publik, muncullah berbagai macam komplain-komplain. Wajar sih menurut saya, karena tugas saya adalah mengatasi masalah jadi wajar jika seseorang mengadukan masalahnya kepada saya. Waktu terus berjalaan hingga akhirnya komplain demi komplain terus berdatangan hingga dimarahi pun sudah menjadi makanan, saya tentu saja terus mengevaluasi diri. Mungkinkah kinerja saya kurang? atau lain sebagainya. Tugas saya ini tidak hanya bisa langsung saya tangani sendiri saja pada beberapa permasalahan saya pun harus melibatkan orang lain untuk mengatasi masalah itu. Disinilah yang menurut saya menjadi kuncinya. Saya bukanlah orang super tegaan yang bisa marah-marah seenaknya, langsung menegur seenaknya tanpa melihat duduk permasalahan terlebih dahulu, saya tidak bisa menjadi manusia yang seperti itu. Tetapi saya lebih sering mempelajari sebab-akibat yang melatarbelakanginya. Sehingga mungkin orang-orang menganggap saya remeh, sepele, bisa dipermainkan dan sebagainya. Sifat saya yang seperti inilah yang mungkin dimanfaatkan orang-orang untuk bisa 'santai' dihadapan saya. Dan mungkin sifat ini juga yang dimanfaatkan para komplainer untuk menekan saya. Haha. Apalah itu ya. :p


Tetapi memang begitulah kenyataannya, untuk menjadi seorang pelayan publik itu tidaklah mudah, untuk berbuat baik pun tidaklah mudah, harus benar-benar mempunyai kesabaran yang tak terhingga, harus bisa berkomunikasi dengan baik, harus bisa beramah-tamah dan berbuat baik dengan ikhlas dan senyuman manis, dan seketika itu juga harus bisa menjadi manusia super garang. Ah, poin yang terakhir ini sedikit sulit buat saya. :(


Oiya, satu lagi ini hanya sharing pendapat saya saja sih. Kalau saya perhatikan mental orang sekarang adalah mental komplainer. Gimana enggak, kesalahan sedikit saja, misal salah menaruh ember langsung pada protes pada komplain, apa ya nggak bisa nyari dulu? Ckckcckk. Kemudian kasus yang pernah saya hadapi, baru melakukan keteledoran satu kali saja langsung dikomplain, padahal tidak tau alasannya teledor apa, bisa jadi karena sedang terburu-buru, tidak fokus karena anak dirumah sakit, dan sebagainya. Intinya dikit-dikit protes, dikit-dikit komplain, tanpa mencari tau dulu latar belakangnya dan tanpa mencoba untuk memaklumi keteledoran yang baru satu kali terjadi. Kalo begini terus, ya kapan negara kita maju? wong masyarakatnya yang bisa dibilang sudah berpendidikan tinggi karena kerja dikantoran mentalnya mental komplainer. Mbok yo punya mental solusioner gitu? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar