Jumat, 16 Agustus 2013

Pantaskah?

Waktu berjalan cepat hingga hari itu semakin dekat.
"Duh Gusti, cobaan-Mu begitu berat buat aku yang lemah ini. Ampuni aku Tuhan" rintihku dalam hati.
Siang itu aku duduk dipojok kafe Pelangi, dengan secangkir mocca hangat dan ditemani seorang sahabat.

"Ah, entah sudah berapa tahun aku meratapi nasibku ini. Sekarang saat yang tepat aku ceritakan padamu sebelum semuanya terlambat, April".
"Ini cerita yang mana lagi sayang? Masih yang dulu?".
"Entahlah Pril, aku pun udah lupa cerita yang dulu seperti apa, yang jelas sekarang aku pengen jujur sama kamu, cerita semuanya sama kamu, dari A-Z!! Hanya kamu orang yang aku percaya Pril. Bahkan sama keluargaku sendiri aku nggak bisa ceritain ini." dadaku semakin sesak, bulir-bulir itu berlomba-lomba hendak keluar dari pelupuk mataku.
"Ayo, sekarang kamu tenang dulu yaa, kamu cerita deh sama aku. Aku akan dengerin cerita kamu dari A-Z selama apapun kamu mau cerita aku dengerin. Kamu tau kan? Aku jauh-jauh datang ke sini cuma buat kamu? Jadi kita masih punya waktu yang panjang buat ngobrol".
"Tapi aku udah nggak punya banyak waktu lagi Pril", akhirnya bulir-bulir itu keluar dari pelupuk mata mengalir lembut melalui pipiku.
April langsung memelukku, membelaiku  lembut. "Sabar yaa sayang, sabar, sabar".
Dadaku semakin sesak, pipiku semakin basah, sepuluh menit sudah aku tidak bisa menghentikannya. Tak ada satu katapun keluar dari mulutku maupun April.

"Pril, aku bingung. Apa dia pantas untukku?"
April diam dan terus membelaiku lembut.
Aku mulai bangkit menghapus airmataku dan meneguk moccaku yang sudah tidak hangat lagi.
"Pril, sekarang kedua keluarga kami sudah saling bertemu dan sudah merestui kami".
"Alhamdulillah kalau kedua keluarga kalian sudah merestui, bukankan hal itu pertanda baik?"
"Iya Pril, tapi entah mengapa masih ada yang mengganjal dihatiku".
"Ya wajar memang masih ada yang mengganjal sana-sini, kamu sudah pasrahkan sama yang di atas?"
"Udah Pril, Selama Ramadhan kemarin tak henti-hentinya aku berdoa mohon petunjuk yang baik sama Allah".
"Nah, kalau gitu apalagi yang masih mengganjal dihati kamu?"
"Ceritanya panjang Pril, memang selama ini aku udah cerita sama kamu, tapi ada hal-hal tertentu yang belum bisa aku ceritakan dan ini mungkin saja aib bagi dia dan bagiku".
"Kamu nggak usah khawatir, kita bisa berlama-lama kok duduk disini, kalau perlu aku booking ni cafe khusus buat kamu cerita. Yaa monggo, aku sih nggak maksain kamu harus cerita semua, yang penting kamu merasa lega aja dan udah nggak mengganjal dihati kamu. Dan kamu nggak bingung lagi."

"Pril, kamu tau kan soal mantannya yang dulu itu aku cerita ke kamu?"
"Iya tau, dia lagi masalahnya?"
"Bukan sih Pril, cuma mengingatkan kamu aja kalau dulu aku pernah mempermasalahkan itu. Aku kekanak-kanakan ya Pril?"
"Enggak, itu wajar kok, aku juga kalau udah jadi kamu udah aku damprat dia. Tapi saranku ya kamu emang harus tegas dan harus jelasin ke dia, daripada kamu uring-uringan sendiri dan sakit hati sendiri sedangkan dia cuma santai-santai aja? ya kan?"
"Itu yang susah Pril, aku itu bukan orang yang gampang ngungkapin apa yang aku rasa. Apalagi soal mantannya, dia kira aku terlalu ikut campur nanti. Aku malu pril ngomongin ini ke dia."
"Nggak usah malu dong, dari pada dia keterusan? gimana lho?"
"Ya nggak tau lah Pril, berarti dia bukan jodohku".
"Hush, kamu itu. Jangan begitulah. Tunjukkin kalo kamu bukan cewek yang gampang ditipu dan dirayu sama dia."
"Masalahnya dia itu ketika lagi sama aku beda banget Pril, beda dari chattingan dia sama temennya, dari smsnya dari whatsapp. Aku sendiri bingung sama dia itu."
"Jadi cewek harus tegaan Lyla sayaaaang, kalau nggak kamu yang ditegain ama cowokmu."
"Duh, Pril. Soal mantannya sepertinya nggak usah aku pikirin lagi kayaknya. Lagian mantannya udah nikah ini. Semoga aja dia dan mantannya nggak ganjen lagi. Kamu tau nggak sih? Dia itu bak pangeran seribu topeng! entahlah susah ngungkapinnya Pril."
"Aku salut sama kamu, sabar banget, tapi tetep ya inget pesenku jangan kelewat baik dan jangan kelewat sabar."
"Iya Pril, aku harus berguru padamu ini sepertinya".
"Hemm. Trus apalagi yang masih mengganjal dihati seorang Lyla? Is it more than just an ex?"
"Yes, Pril".
"What is it?"

Aku menghela napas panjang sambil menyeruput mocca hingga habis.

[Continue]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar